Minggu, 25 September 2011

0 2014, Seluruh Madrasah Terakreditasi


JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) memastikan, program madrasah berkelanjutan akan dimulai 2012 mendatang. Program tersebut dibuat untuk menggantikan madrasah bertaraf internasional (MBI) yang gagal.

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, setelah dilakukan pengkajian, MBI terdapat unsur ketidakadilan. Sebab, masih banyak sekolah yang memerlukan biaya, siswa miskin yang perlu beasiswa, buku, dan laboratorium. "Yang efektif itu, kami buat peningkatan kualitas dengan cara peningkatan secara berjenjang," tegas Suryadharma di Jakarta, Minggu (25/9).

Dengan program tersebut, lanjut mantan Menteri Koperasi dan UKM ini, setiap madrasah mendapatkan nilai tertentu. Misalnya A, B, C, atau D. Penilaian tersebut mirip dengan akreditasi sekolah yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).

"Bila perlu nanti sampai tingkat internasional. Sekarang kualitas madrasah sudah meningkat tajam. Contohnya dari sisi penguasaan bahasa asing. Tidak hanya Arab dan Inggris saja. Tapi ada juga yang Mandarin dan Jepang. Kalau dulu madrasah dan pondok pesantren enggan mempelajari bahasa di luar Arab," katanya.

Kualitas lainnya, tambahnya, sudah banyak prestasi diraih siswa madrasah. Contohnya MAN Insan Cendikia, Serpong, Tangerang Selatan dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) beberapa waktu lalu. Beberapa siswanya mendapatkan medali emas untuk kategori matematika, fisika, kimua, dan astronomi. Sedangkan geologi dan ekonomi dapat perak.

"Realisasinya baru tahun depan. Untuk tingkatkan prestasi juga dilakukan penambahan ruang kelas, rehab kelas, bantuan perpustakaan, laboratorium, dan alat pendidikan lainnya," ujar ketua umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Sementara itu, Direktur Madrasah Ahmad Saifuddin mengatakan, tahap awal hanya madrasah negeri.  tidak semua madrasah bisa menjalankan program madrasah berjenjang. Sebab, nilai awal yang dimiliki sekolah sesuai akreditasinya masing-masing. Masih banyak madrasah yang belum terakreditasi. "Perintah Sekjen, dimulai dari MAN yang terdekat atau yang bisa membina sekolah lainnya. Anggarannya sudah masuh pada 2012 mendatang," terang Ace, sapaan akrab Ahmad Saufuddin.

Karena itu, tandasnya, harus ada pemetaan madrasah untuk yang belum terakreditasi. Untuk jenjang MA dilakukan Kantor Wilayah Kemenag. Sedangkan MTs dilakukan Kantor Kemenag kabupaten atau kota. "Kita harapkan 2014 seluruh madrasah sudah terakreditasi," pintanya.

Sumber

0 Semarak PERJUSAMI 2011 di MAN 1 Pekanbaru

wakakesiswaan

Pekanbaru (PR-HRD) Pada Hari jum’at tanggal 23 September 2011, Acara PERJUSAMI dimulai, dengan Upacara Pembukaan yang dipimpin langsung oleh Waka Kesiswaan Dra. Hj. TRI NOFIARTI, Seluruh Peserta dengan Khidmad mengikuti semua rangkaian Acara upacara, dalam pidatonya memaparkan bahwa Beliau berharap Acara PERJUSAMI ini berjalan lancar dan baik, dan juga dapat memberikan manfaat untuk semua. Selesai upacara acara selanjutnya adalah peresmian PERJUSAMI, dengan pengguntingan pita Perkemahan PERJUSAMI yang oleh Waka Kesiswaan Dra. Hj. TRI NOFIARTI, yang disambut tepukan meriah peserta PERJUSAMI karena telah diguntingnya pita Perkemahan PERJUSAMI, sebagai tanda dibukanya acara tersebut.
Acara PERJUSAMI ini berlangsung dari tanggal 23 September 2011 sampai dengan tanggal 25 September 2011 , Seluruh Organisasi sekolah di MAN 1 ikut berpartisipasi, mulai dari OSIS dll. Menurut Waka Kesiswaan Dra. Hj. TRI NOFIARTI, Tujuan Acara PERJUSAMI 2011 ini dilaksanakan adalah untuk melantik kepengurusan Organisasi OSIS yang baru, dan selain itu tujuan acara ini adalah untuk mempererat jalinan silatuhrami, baik sesama anggota OSIS, sesama organisasi yang ada di sekolah MAN 1 Pekanbaru, serta seluruh anggota organisasi di MAN 1 Pekanbaru, tandasnya

Rangkaian acara PERJUSAMI 2011 dimulai perlombaan Syahril Qu’an dan Syair Abu Nawas, yang mana seluruh peserta berlomba untuk menjadi yang terbaik mengumandangkan Syahril Qu’an dan Syair Abu Nawas, selain acara tersebut juga diadakan acara-acara lain seperti Bergelut dengan nyamuk, Operasi Semut, Perlombaan PENSI, Games, Cerdas Cermat, Hiking dll. Sehingga menambah semangat dan antusias peserta dalam mengikuti segala rangkaian acara PERJUSAMI 2011 ini.
Pada hari minggu 25 september 2011, acara PERJUSAMI resmi ditutup, setelah berbagai acara yang dilaksanakan, dengan semua serba baru, yaitu semangat baru, kepengurusan OSIS yang baru, dan kepengurusan baru Organisasi lain seperti Pramuka, Rohis dan Organisasi yang ada di MAN 1 Pekanbaru. Dengan semua yang baru ini kedepannya semua organisasi yang ada di MAN 1 Pekanbaru ini menjadi semakin maju berkembang,dan lebih baik lagi dari kepengurusan organisasi sebelumnya, sehingga bisa menjadi tolak ukur kemajuan MAN 1 Pekanbaru kedepannya.

Jumat, 23 September 2011

0 Peta Lokasi MAN 1 Pekanbaru


Lihat Tanpa judul di peta yang lebih besar


Selasa, 20 September 2011

0 Siswa MAN 1 MAGANG di Unit Pelaksana Teknik Latihan Kerja Prov Riau (UPT LK PROV RIAU)

Siswa Magang MAN 1 Pekanbaru

Pekanbaru (PR-HRD) MAN 1 Pekanbaru mengirimkan siswa siswa terbaiknya ke Kerja Prov Riau (UPT LK PROV RIAU) untuk belajar IT dan Jaringan pada hari Sabtu tanggal 17 September 2011 Kemarin. Tempat Magang tersebut berada di Jl Terubuk no 4, Pekanbaru, Unit Pelaksana Teknik Latihan Kerja Prov Riau (UPT LK PROV RIAU) sendiri merupakan merupakan salah satu lembaga pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan Tenaga Kerja yang berkualitas yang masih bersifat single skill, dan untuk menghadapi masa globalisasi yang akan datang untuk kebutuhan tenaga kerja bersifat multi skill.
Tujuan pengiriman siswa magang ini adalah merupakan kepedulian MAN 1 Pekanbaru terhadap Siswa agar supaya bermanfaat bagi siswa kedepannya, Siswa mampu bersaing di dunia kerja dan memiliki daya guna untuk kehidupan mereka mendatang.

Menurut siswa MAN 1 Pekanbaru sendiri, Magang ini sangat baik bagi mereka, selain mereka mendapatkan pengalaman, dan juga mereka bisa menambah skill untuk menghadapi di dunia kerja nantinya, maka untuk itulah MAGANG di Unit Pelaksana Teknik Latihan Kerja Prov Riau (UPT LK PROV RIAU) akan sering dilakasanakan, karena sangat banyak sekali manfaatnya.
Dengan cara magang tersebut maka tidak akan ada lagi lulusan MAN 1 Pekanbaru yang tidak mampu bersaing di dunia kerja yang membutuhkan Multi Skill, karena semua siswa MAN 1 Pekanbaru yang dididik merupakan tenaga kerja yang dibutuhkan di masa mendatang.

Senin, 19 September 2011

0 6 PERTANYAAN [Kata mutiara] dari Seorang Guru

Suatu hari Seorang Guru berkumpul dengan murid-muridnya… Lalu beliau mengajukan enam pertanyaan…

Pertama…

“Apa yang paling DEKAT dengan diri kita di dunia ini…???”

Murid-muridnya ada yang menjawab…

“orang tua”, “guru”, “teman”, dan “kerabatnya”…

Sang Guru menjelaskan semua jawaban itu benar…

Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah “KEMATIAN”…

Sebab kematian adalah PASTI adanya…..



Lalu Sang Guru meneruskan pertanyaan kedua…

“Apa yang paling JAUH dari diri kita di dunia ini…???”

Murid-muridnya ada yang menjawab…

“negara Cina”, “bulan”, “matahari”, dan “bintang-bintang”…

Lalu Sang Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang diberikan adalah benar…

Tapi yang paling benar adalah “MASA LALU”…

Siapa pun kita… bagaimana pun kita…dan betapa kayanya kita… tetapi kita

TIDAK bisa kembali ke masa lalu…

Sebab itu kita harus menjaga hari ini… dan hari-hari yang akan datang..



Sang Guru meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga…

“Apa yang paling BESAR di dunia ini…???”

Murid-muridnya ada yang menjawab

“gunung”, “bumi”, dan “matahari”…

Semua jawaban itu benar kata Sang Guru …

Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “NAFSU”…

Banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya…

Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu…

Karena itu, kita harus hati-hati dengan hawa nafsu ini… jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka

(atau kesengsaraan dunia dan akhirat)…



Pertanyaan keempat adalah…

“Apa yang paling BERAT di dunia ini…???”

Di antara muridnya ada yang menjawab…

“baja”, “besi”, dan “gajah”…

“Semua jawaban hampir benar…”, kata Sang Guru ..

tapi yang paling berat adalah “MEMEGANG AMANAH”…



Pertanyaan yang kelima adalah…

“Apa yang paling RINGAN di dunia ini…???”

Ada yang menjawab “kapas”, “angin”, “debu”, dan “daun-daunan”…

“Semua itu benar…”, kata Sang Guru…

tapi yang paling ringan di dunia ini adalah “MENINGGALKAN IBADAH”…



Lalu pertanyaan keenam adalah…

“Apakah yang paling TAJAM di dunia ini…???”

Murid-muridnya menjawab dengan serentak… “PEDANG…!!!”

“(hampir) Benar…”, kata Sang Guru

tetapi yang paling tajam adalah “LIDAH MANUSIA”…

Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati… dan melukai

perasaan saudaranya sendiri…



Sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingat akan KEMATIAN…

senantiasa belajar dari MASA LALU…

dan tidak memperturutkan NAFSU…???

Sudahkah kita mampu MENGEMBAN AMANAH sekecil apapun…

dengan tidak MENINGGALKAN IBADAH….

serta senantiasa MENJAGA LIDAH kita…??

0 Tahun 2014 Ditargetkan Sertifikasi Guru Madrasah Selesai

Jakarta, (www.kemenag.go.id) - Kementerian Agama (Kemenag) tengah memproses sertifikasi guru madrasah baik guru negeri maupun swasta. Namun saat ini hanya 60 % dari seluruh guru madrasah di tanah air yang memiliki persyaratan dengan ijazah sarjana strata satu (S1).

Demikian dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Mohammad Ali usai acara Nuzulul Quran di lingkungan Direktorat Jenderal Pendis di Jakarta, Selasa sore (16/8). "Target kami sertifikasi guru madrasah selesai tahun 2014, seluruhnya ada 280 ribu guru negeri dan 500 ribuan guru madrasah swasta," kata Ali.

Namun lanjut dia, target tersebut tidak mudah untuk dicapai. Karena terkendala antara lain oleh sumber daya manusia yang memproses sertifikasi guru madrasah. "Yang memproses para dosen di UIN, jumlahnya terbatas," jelasnya.


Selain itu sambung Ali, masalah persyaratan tenaga pendidik yang mengikuti sertifikasi, yaitu harus memiliki ijazah S1. "Saat ini ada 40 persen guru madrasah belum S1. Bisa saja diproses sertifikasi meski belum S1 kalau usianya sudah 50 tahun," ujarnya.

Seperti diketahui, Pemerintah RI dari tahun ke tahun meningkatkan anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan sebagaimana dituturkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato nota keuangan di Gedung DPR, Selasa (16/8) antara lain untuk peningkatan mutu pendidik termasuk guru madrasah.

"Sejalan dengan itu, kita tingkatkan pula mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan Madrasah melalui sertifikasi guru sebanyak 90 ribu orang," kata kepala negara.

Secara keseluruhan, dalam RAPBN 2012 terdapat tujuh kementerian dan lembaga yang mendapat alokasi anggaran di atas Rp 20 triliun. Ketujuh kementerian dan lembaga itu adalah Kementerian Pertahanan dengan alokasi anggaran sebesar Rp 64,4 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum Rp 61,2 triliun, Kementerian Pendidikan Nasional Rp 57,8 triliun, Kementerian Agama Rp 37,3 triliun, Kepolisian Negara Republik Indonesia Rp 34,4 triliun, Kementerian Kesehatan Rp 28,3 triliun, dan Kementerian Perhubungan sebesar Rp 26,8 triliun.

"Alokasi anggaran pada Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama, kita prioritaskan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun nonformal di semua jenjang pendidikan," kata Presiden.

Sementara peringatan Nuzulul Qur`an yang diikuti seluruh karyawan di lingkungan Ditjen Pendis berlangsung hikmat dengan penceramah Dr KH Manarul Hidayat. Ia meningatkan aparat Kemenag menjadi teladan bagi aparat instasi yang lain.

"Kalau pegawai departemen lain korupsi kedengarannya biasa, tapi kalau pegawai Depag (Kemenag) luar biasa. Karena sebagai pegawai yang tahu ajaran agama," kata Manarul.

(ks)

Senin, 12 September 2011

0 Ciri-Ciri Sekolah yang Melaksanakan Pembelajaran Aktif


Pembelajaran Aktif merupakan sebuah konsep pembelajaran yang dipandang sesuai dengan tuntutan pembelajaran mutakhir. Oleh karena itu, setiap sekolah seyogyanya dapat mengimplementasikan dan mengembangkan pembelajaran aktif ini dengan sebaik mungkin. Dengan merujuk pada gagasan dari Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2010), berikut ini disajikan sejumlah indikator atau ciri-ciri sekolah yang telah melaksanakan proses pembelajaran aktif ditinjau dari aspek: (a) ekspektasi sekolah, kreativitas, dan inovasi; (b) sumber daya manusia; (c) lingkungan, fasilitas, dan sumber belajar; dan (d) proses belajar-mengajar dan penilaian.


A. EKSPEKTASI SEKOLAH, KREATIVITAS, DAN INOVASI

Prestasi belajar peserta didik lebih ditekankan pada ”menghasilkan” daripada ”memahami”.
Sekolah menyelenggarakan ajang ‘kompetisi’ yang mendidik dan sehat.
Sekolah ramah lingkungan (misalnya; ada tanaman atau pohon, po bunga, tempat sampah)
Lebih baik lagi jika terdapat produk/karya peserta didik yang mempunyai nilai artistik dan ekonomis/kapital untuk dijual.
Lebih baik jika ada pameran karya peserta didik dalam kurun waktu tertentu, misalnya sekali dalam satu tahun.
Karya peserta didik lebih dominan daripada pemasangan beragam atribut sekolah.
Kehidupan sekolah terasa lebih ramai, ceria, dan riang.
Sekolah rapi, bersih, dan teratur.
Komunitas sekolah santun, disiplin, dan ramah.
Animo masuk ke sekolah itu makin meningkat.
Sekolah menerapkan seleksi khusus untuk menerima peserta didik baru.
Ada forum penyaluran keluhan peserta didik.
Iklim sekolah lebih demokratis.
Diselenggarakan lomba-lomba antarkelas secara berkala dan di tingkat pendidikan menengah ada lomba karya ilmiah peserta didik.
Ada program kunjungan ke sumber belajar di masyarakat.
Kegiatan belajar pada silabus dan RPP menekankan keterlibatan peserta didik secara aktif.
Peserta didik mengetahui dan dapat menjelaskan tentang lingkungan sekolah (misalnya, nama guru, nama kepala sekolah, dan hal-hal umum di sekolah itu).
Ada program pelatihan internal guru (inhouse training) secara rutin.
Ada forum diskusi atau musyawarah antara kepala sekolah dan guru maupun tenaga kependidikan lainnya secara rutin.
Ada program tukar pendapat, diskusi atau musyawarah dengan mitra dari berbagai pihak yang terkait (stakeholders).

B. SUMBER DAYA MANUSIA

Kepala sekolah peduli dan menyediakan waktu untuk menerima keluhan dan saran dari peserta didik maupun guru.
Kepala sekolah terbuka dalam manajemen, terutama manajemen keuangan kepada guru dan orang tua/komite sekolah.
Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar.
Guru mengenal baik nama-nama peserta didik.
Guru terbuka kepada peserta didik dalam hal penilaian.
Sikap guru ramah dan murah senyum kepada peserta didik, dan tidak ada kekerasan fisik dan verbal kepada peserta didik.
Guru selalu berusaha mencari gagasan baru dalam mengelola kelas dan mengembangkan kegiatan belajar.
Guru menunjukkan sikap kasih sayang kepada peserta didik.
Peserta didik banyak melakukan observasi di lingkungan sekitar dan terkadang belajar di luar kelas.
Peserta didik berani bertanya kepada guru.
Peserta didik berani dalam mengemukakan pendapat.
Peserta didik tidak takut berkomunikasi dengan guru.
Para peserta didik bekerja sama tanpa memandang perbedaan suku, ras, golongan, dan agama.
Peserta didik tidak takut kepada kepala sekolah.
Peserta didik senang membaca di perpustakaan dan ada perilaku cenderung berebut ingin membaca buku bila datang mobil perpustakaan keliling.
Potensi peserta didik lebih tergali serta minat dan bakat peserta didik lebih mudah terdeteksi.
Ekspresi peserta didik tampak senang dalam proses belajar.
Peserta didik sering mengemukakan gagasan dalam proses belajar.
Perhatian peserta didik tidak mudah teralihkan kepada orang/tamu yang datang ke sekolah.

C. LINGKUNGAN, FASILITAS, DAN SUMBER BELAJAR

Sumber belajar di lingkungan sekolah dimanfaatkan peserta didik untuk belajar.
Terdapat majalah dinding yang dikelola peserta didik yang secara berkala diganti dengan karya peserta didik yang baru.
Di ruang kepala sekolah dan guru terdapat pajangan hasil karya peserta didik.
Tidak ada alat peraga praktik yang ditumpuk di ruang kepala sekolah atau ruang lainnya hingga berdebu.
Buku-buku tidak ditumpuk di ruang kepala sekolah atau di ruang lain.
Frekuensi kunjungan peserta didik ke ruang perpustakaan sekolah untuk membaca/meminjam buku cukup tinggi.
Di setiap kelas ada pajangan hasil karya peserta didik yang baru.
Ada sarana belajar yang bervariasi.
Digunakan beragam sumber belajar.

D. PROSES BELAJAR-MENGAJAR DAN PENILAIAN

Pada taraf tertentu diterapkan pendekatan integrasi dalam kegiatan belajar antarmata pelajaran yang relevan.
Tampak ada kerja sama antarguru untuk kepentingan proses belajar mengajar.
Dalam menilai kemajuan hasil belajar guru menggunakan beragam cara sesuai dengan indikator kompetensi. Bila tuntutan indikator melakukan suatu unjuk kerja, yang dinilai adalah unjuk kerja. Bila tuntutan indikator berkaitan dengan pemahaman konsep, yang digunakan adalah alat penilaian tertulis. Bila tuntutan indikator memuat unsur penyelidikan, tugas (proyek) itulah yang dinilai. Bila tuntutan indikator menghasilkan suatu produk 3 dimensi, baik proses pembuatan maupun kualitas, yang dinilai adalah proses pembuatan atau pun produk yang dihasilkan.
Tidak ada ulangan umum bersama, baik pada tataran sekolah maupun wilayah, pada tengah semester dan / atau akhir semester, karena guru bersangkutan telah mengenali kondisi peserta didik melalui diagnosis dan telah melakukan perbaikan atau pengayaan berdasarkan hasil diagnosis kondisi peserta didik.
Model rapor memberi ruang untuk mengungkapkan secara deskriptif kompetensi yang sudah dikuasai peserta didik dan yang belum, sehingga dapat diketahui apa yang dibutuhkan peserta didik.
Guru melakukan penilaian ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Hal ini dilakukan untuk menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sekaligus sebagai alat diagnosis untuk menentukan apakah peserta didik perlu melakukan perbaikan atau pengayaan.
Menggunakan penilaian acuan kriteria, di mana pencapaian kemampuan peserta didik tidak dibandingkan dengan kemampuan peserta didik yang lain, melainkan dibandingkan dengan pencapaian kompetensi dirinya sendiri, sebelum dan sesudah belajar.
Penentuan kriteria ketuntasan belajar diserahkan kepada guru yang bersangkutan untuk mengontrol pencapaian kompetensi tertentu peserta didik. Dengan demikian, sedini mungkin guru dapat mengetahui kelemahan dan keberhasilan peserta dalam kompetensi tertentu.

==========

Sumber: Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010. Panduan Pengembangan Pendekatan Belajar Aktif; Buku I Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta.



==============

REFLEKSI:

Sejauhmana sekolah Anda telah mampu memenuhi indikator di atas?
Upaya apa yang bisa dilakukan agar sekolah-sekolah kita dapat memenuhi ciri-ciri di atas? 


SUMBER 

0 Manajemen Pendidikan Dalam Menghadapi Kreativitas Anak


Banyak kalangan yang belum puas dengan kualitas pendidikan di negara kita. Tentunya kita tidak jarang mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti: “pendidikan negara kita belum berkualitas”, “pendidikan di Indonesia telah tertinggal jauh dari negara-negara lain”, “kapan kita akan maju kalau pendidikan kita berjalan di tempat”, dan lain sebagainya.

Para ahli pendidikan telah sepakat bahwa suatu sistem pendidikan dapat dikatakan berkualitas, apabila proses kegiatan belajar-mengajar berjalan secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak dan sebaik mungkin melalu proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan hasli yang bermutu serta relevan dengan perkembangan zaman. Agar terwujud sebuah pendidikan yang bermutu dan efisien, maka perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidiakn yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan mutu pedidikan yang optimal, diharapkan akan menghasilkan keungugulan smber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang secara pesat.

Untuk dapat mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pedidikan yang mampu memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Di antaranya adalah manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Masih banyak kita temukan fakta-fakta di lapangan sistem pengelolaan anak didik yang masih mengunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan tentunya kurang mmberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.

Perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental merupakan idikasi dari perkambangan anak didik yang baik. Tidak ada satu aspek perkambangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh itu tidaklah salah bila teori kecerdasan majmuk yang diutarakan oleh Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkambangan anak didik yang bervariasi.

Maka penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik.

Muhibbin Syah menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau "mendidik" yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan "pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pdidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalu sebuah proses pengajaran diberikan. Dan sudah mafhum bahwa peserta didik memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara pesrta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Para pendidik dan lembaga pendidikan harus menghargai perbedaan yang ada pada mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan Tradisional Konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka.

Undang-undang No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, perundangan itu berbunyi " warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus". Baik secara tersurat ataupun tersirat UU No.20 tersebut telah mengamanatkan untuk adanya pengelolaan pelayanan khusu bagi anak-anak yang memiliki bakat dan kreativitas yang tinggi.

Pengertian dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri.

Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampai tuntas.

Suatu yang tidak terbantahkan jika masa depan membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah.

Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.

Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.

Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni dan budaya. Amin

Daftar Pustaka
_________ Depdikanas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Tilaar, Manajemen Pendidikan nasional ; Kajian Pendidikan Masa Depan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1992.
Munandar, Utami, Kreativitas dan Keberbakatan; Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat, Jakarta : PT. Gramedia Pusataka Utama, 1999.
Husen dan Torsten, The Learning Society : Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 1995.
Syah,Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Terbaru, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1999.
Gordon Dryden dan Jeannette Voss, Revolusi Cara Belajar bag.1, Bandung : Kaifa 2000


SUMBER 

0 Tentang Teknologi Pendidikan

Teknologi pendidikan dapat diartikan sebagai media yang lahir dari perkembangan alat komunikasi yang digunakan untuk tujuan pendidikan. Alat-alat tersebut diistilahkan sebagai "hardware" atau perangkat keras. Ada juga yang menafsirkan teknologi pendidikan itu sebagai suatu pendekatan yang ilmiah, kritis, dan sistematis tentang pendidikan. Pandangan ini melihat teknologi pendidikan pada "software" nya saja. Tanpa alat-alat, pendidikan dapat dijalankan. Sebaliknya "hardware" tak berguna tanpa "software". Dengan demikian, teknologi pendidikan itu meliputi kedua aspek tersebut.
Teknologi pendidikan mengajak guru untuk bersikap kritis terhadap proses belajar mengajar dan memandang tiap metode mengajar sebagai hipotesis yang harus diuji efektifitasnya. Dengan demikian teknologi pendidikan mendorong profesi keguruan untuk berkembang menjadi "sains"
Dalam konteks disini, pembahasan teknologi pendidikan dititikberatkan pada pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan. Bentuk pemanfaatan teknologi tersebut adalah mengintegrasikannya dalam kurikulum dan proses belajar mengajar.
 
Berikut ini adalah topik-topik pembahasan dalam kaitannya dengan integrasi teknologi dalam pendidikan.
1. Komputer dalam Pendidikan
komputer10022.jpg
Komputer memegang peranan penting dalam dunia kerja, kehidupan dan pembelajaran. Organisasi-organisasi dalam masyarakat baik yang berskala kecil maupun yang besar menggunakan komputer sebagai alat bantu dalam mengefisienkan dan mengefektifkan proses kerja. Baik di rumah, tempat kerja dan sekolah-sekolah, penggunaan komputer telah membantu orang-orang untuk melakukan tugas-tugas dengan lebih cepat, lebih akurat, dan didalam beberapa hal, cara-cara yang lama tidak mungkin lagi kecuali dengan menggunakan komputer.
Orang-orang menggunakan komputer di rumah untuk tujuan pendidikan, hiburan, pengelolaan informasi dan bisnis. Orang-orang juga menggunakan komputer sebagai alat untuk mengakses informasi dan alat komunikasi di seluruh dunia. 
Di ruang kelas, komputer dan teknologi yang berhubungan dengan komputer memberi pengaruh yang luar biasa terhadap pola, cara dan metode guru mengajar dan siswa belajar.
2. Jaringan komunikasi dan Internet dalam Pendidikan
komputer10011.jpg
Komunikasi, network (jaringan) dan internet juga secara dramatis telah mengubah cara guru mengajar dan murid belajar. Dewasa ini, media komunikasi dan network telah menembus dinding ruang kelas dimana siswa sudah dapat melihat dunia dimana mereka tinggal dan belajar. Internet telah memperluas dan memperdalam dari apa yang diperoleh dalam buku-buku teks dengan substansi interaktif dan up-to-date. Tak pernah ada sebelumnya dimana teknologi membuka kesempatan yang luas untuk belajar.
3. Software Aplikasi untuk Pendidik
Salah satu aspek yang esensial dalam membangun pemahaman terhadap komputer adalah belajar tentang software. Memahami dengan baik tentang software, khususnya software aplikasi, akan membantu anda memahami bagaimana kepala sekolah, guru, siswa dan individu lainnya memanfaatkan personal komputer di kehidupan masyarakat dewasa ini. Di samping itu juga akan membantu anda menggunakan komputer agar lebih produktif, terorganisir dengan baik dan menghasilkan informasi yang baik.

0 PENINGKATAN PROSES BELAJAR MENGAJAR MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


Abstrak : Proses belajar mengajar akan mengalami peningkatan dari sisi keaktifan, kreatifitas dan kesenangan siswa, karena dalam pembelajaran kontekstual guru berusaha menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Kata kunci : Belajar-mengajar, pembelajaran, pembelajaran kontekstual,

I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan masalah yang komplek, antara lain ia mencakup soal kurikulum, para guru, keadaan masyarakat dan kiranya juga soal politik. Walaupun kurikulumnya baik, tetapi jika korps guru kurang kemampuannya dalam menyampaikan ilmu kepada anak didiknya,maka kurikulum yang baik itu tidak banyak manfaatnya. Bila kurikulumnya baik para gurupun bermutu, namun jika para murid pada umumnya bersifat santai, malas belajar dan tidak disiplin, maka kedua faktor yang terdahulupun tidak akan banyak manfaatnya. Dan mendangkalnya mutu pendidikan sekarang ini kiranya juga merupakan akibat dari politik Pemerintah yang berupa pemerataan pendidikan yang lebih mengutamakan memperbanyak materi pelajaran daripada menghidupkan kemampuan (kompetensi) anak didik.

Alhamdulillah saat ini Pemerintah sudah memandang tiba saatnya untuk memperbaiki mutu pendidikan, misalnya dengan mengadakan berbagai macam workshop kepada para guru dari semua tingkatan perguruan. Pemerintahpun merencanakan memperbaiki penghasilan para guru di tahun depan atau pada masa-masa yang akan datang,sebagaimana yang disebutkan dalam UU tentang Standar Pendidikan Nasional dan UU tentang Guru . Hal ini penting sekali, karena bagaimana mungkin para guru dapat mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya kepada tugas-tugasnya bilamana mereka terus dirongrong oleh beban hidup yang berat.

Tetapi tindakan perbaikan dari pemerintah saja tidak cukup. Semua wajib membantu usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan para guru dari semua tingkatan perguruan, antara lain wajib bekerja penuh dedikasi, berdisiplin dan senantiasa meningkatkan pengetahuannya, sedangkan para orang tua wajib membantu dalam menegakkan disiplin belajar dan perilaku putra-putrinya.

Sekolah Dasar yang merupakan pendidikan awal dan menjadi dasar dari segala pendidikan yang ada diatasnya, diperlukan pendidikan yang profesional, sehingga murid betul-betul bisa melanjutkan pendidikannya kepada pendidikan yang ada di atasnya. Selain iu Sekolah Dasar juga mempersiapkan anak didiknya agar dapat terjun dalam masyarakat dan dapat mengembangkan sikap belajar sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup ( Way of life education ).Hal ini sebagaimana disebutkan dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang berbunyi :

Reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut : Pertama ; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan perberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat , dimana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreatifitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berahlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Meskipun demikian, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah banyak berusaha mengatasi permasalahan pendidikan yang dihadapinya terutama masalah relevansi dan kualitas pendidikan pada berbagai tingkat dan jenis pendidikan. Upaya tersebut antara lain berupa pembaharuan kurikulum dan metodologi pengajaran, pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan berkualitas, peyelenggaraan berbagai penataran / pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, pengadaan alat peraga, peningkatan manajemen sekolah, pemberian block-grant kepada sebagian sekolah, dan berbagai macam bantuan lainnya. Cukup banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah, akan tetapi dampaknya terhadap kualitas proses dan hasil belajar siswa belum optimal. Hal inilah yang membuat pemerintah terus berusaha mencari solusi yang terbaik untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut. Salah satu wujud upaya tersebut yaitu berupa pengembangan kurikulum, model-model pembelajaran dan pendekatan atau strategi pembelajaran.

Persoalan mendasar yang hingga kini masih sangat dilematis dan kerap dihadapi Guru Sekolah Dasar (SD) di dalam proses belajar mengajar, adalah membangun suasana pembelajaran yang aktif-partisipatif ,yang mampu melibatkan siswa dalam interaksi dialogis dan berkualitas dengan guru, dan atau antar siswa. Akibatnya , iklim kelas pembelajaranpun kurang menarik, menyenangkan, dan membetahkan bagi siswa. Siswa hanya menjadi penerima pasif, kurang responsif, dan ada kecenderungan untuk menolak berinteraksi dengan guru. Persoalan tersebut juga dihadapi oleh para Guru di SD Negeri segugus IV Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

Dari beberapa kali pengamatan ditemukan fakta bahwa pada setiap proses belajar mengajar, siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah,minat, dan antusiasme untuk belajar. Ada indikasi munculnya kejenuhan dan kebosanan pada diri siswa untuk belajar . Interaksi memang kadang terjadi, sejauh karena diminta atau ditunjuk oleh Guru. Dalam suatu kesempatan proses belajar mengajar penulis mencoba berinteraksi dengan para siswa di dalam suatu dialog kelas, dengan mengajukan pertanyaan kepada kelas secara keseluruhan, dengan harapan sedikitnya ada satu dua orang siswa untuk menjawab. Akan tetapi, ternyata tak seorang siswapun yang tampak berupaya untuk merespon pertanyaan kami.

Fenomena ini, telah dirasakan berlangsung lama. Untuk mengubah siswa agar mau berpartisipasi-aktif dalam pembelajaran dirasakan sangat sulit. Untuk itu harus ada usaha berkonsultasi dengan orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi dalam berbagai pendekatan dan atau strategi pembelajaran atau membaca berbagai buku atau VCD yang berisi penemuan baru tentang pendekatan dan atau strategi pembelajaran.

Akhirnya penulis temukan sebuah buku dan CD tentang pendekatan dan atau srategi tentang pembelajaran kontekstual. Setelah membaca penjelasan yang terdapat dalam buku tersebut, penulis berharap inilah pendekatan yang akan mampu membangun kreatifitas murid agar dapat menjadi pembelajar yang aktif-partisipatif. Bertitik tolak dari harapan tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis sebuah karya tulis dengan mengambil judul “Peningkatan Proses belajar mengajar Melalui Strategi Pembelajaran Kontekstual “

Dari judul di atas nantinya akan muncul sebuah permasalahan. Sebelum penulis merumuskan apa permasalahan yang mungkin muncul pada karya tulis ini, terlebih dahulu akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan masalah.

“Masalah” adalah sesuatu yang dipertanyakan dan sangat penting untuk dipecahkan (Khairul Iksan, 1991), atau dengan kata lain masalah adalah suatu keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam diri kita tentang bagaimana keadaan suatu kejadian itu timbul yang manakala dibiarkan akan menimbulkan kesulitan bagi manusia, sehingga masalah itu harus diatasi atau dipecahkan oleh manusia, karena masalah itu merupakan tantangan dan rintangan bagi manusia.

Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :

“ Mungkinkah Proses belajar mengajar bisa ditingkatkan Melalui Strategi Pembelajaran Kontekstual ?

A. KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

1. MAKNA BELAJAR DAN MENGAJAR

Belajar dan mengajar adalah dua aktivitas yang hampir tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya, terutama dalam prakteknya di sekolah-sekolah. Bahkan apabila keduanya telah digerakkan secara sadar dan bertujuan, maka rangkaian interaksi belajar-mengajar akan segera terjadi. Sehubungan dengan hal ini ada baiknya kedua istilah tersebut untuk dibahas.

A. Belajar

Kita masih ingat bahwa “belajar” pernah dipandang sebagai proses penambahan pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin hingga sekarang masih berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “mengajar” pun dipandang sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada siswanya.

Pandangan semacam itu tidak terlalu salah, akan tetapi masih sangat parsial, terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif. Oleh sebab itu, pandangan tersebut perlu diletakkan pada perspektif yang lebih wajar sehingga ruang lingkup substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga keterampilan, nilai dan sikap.

Sebagai landasan pembahasan mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, berikut ini kami kemukakan beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh Drs.M.Ngalim Purwanto.MP (1990).

a) Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975). “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang ( misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).”

b) Gagne, dalam buku The conditions of Learning (1977). “ Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya ( performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”

c) Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978). “ Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”

d) Witherington,dalam buku Educational Psychology. “ Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yan menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”

Dari definsi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :

a)Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

b)Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman : dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.

c)Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lam periode waktu itu berlangsung sulit dtentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.

d)Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: Perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah / berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

B.Mengajar

Pada uraian di atas telah dikemukakan bahwa istilah belajar pernah dipandang sebagai proses penambahan pengetahuan. Senada dengan nuansa penafsiran terhadap belajar seperti itu, maka “mengajar “ pun pernah dianggap sebagai proses pemberian atau penyampaian pengetahuan. Pandangan demikian membawa konsekuensi logis terhadap situasi belajar –mengajar yang diwujudkan oleh guru, yakni proses belajar-mengajar (PBM) yang terjadi di dalamnya bersifat teacher-centered. Pengajaran menjadi berpusat pada guru mengajar lebih dominan daripada belajar. Guru berperan sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya kepada para siswa (information givers) atau dengan nama lain sebagai instructor. Oleh sebab itu, sumber belajar yang digunakan, maksimal hanya sebatas apa yang ada diantara dua kulit buku dan empat dinding kelas. Bahkan, banyak diantara mereka yang menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar. Akibatnya, siswa-siswa menjadi individu-individu yang pasif, kedaulatan merekapun pada akhirnya harus tunduk pada kekuasaan guru. Mereka tidak dididik untuk berfikir kritis, berlatih menemukan konsep atau prinsip, ataupun untuk mengembangkan kreatifitasnya. Mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan yang perubahan-perubahannya sangat cepat, bahkan dapat terjadi dalam hitungan detik seperti sekarang ini. Hal ini bisa terjadi pada masa mendatang, karena dengan penerapan konsep mengajar semacam itu, siswa-siswa tidak dididik untuk belajar sebagai manusia seutuhnya, sementara kita berharap agar kelak siswa-siswa menjadi orang-orang yang terdidik, tidak sekedar tersekolah atau belajar.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka mengajar sepantasnya dipandang sebagai upaya atau proses yang dilakukan oleh seorang guru untuk membuat siswa-siswanya belajar. Dalam hal ini guru berupaya untuk membelajarkan siswa-siswanya, dan sebaliknya para siswa menjadi pembelajar-pembelajar yang aktif, kritis dan kreatif. Dengan cara ini interaksi belajar mengajar dapat terjadi, dan pengajaran tidak lagi bersifat teacher-centered, karena telah bergeser pada kontinum pengajaran yang lebih bersifat student-centered. Pertanyaan selanjutnya, yang menggelitik kita selaku guru yang bertugas pada era informasi ini yaitu : Apakah diantara kita yang terlanjur telah menerapkan pengajaran bersifat teacher-centered akan segera berubah kearah student-centered ?

2. MAKNA PEMBELAJARAN

Istilah pembelajaran mengundang berbagai kontroversi diberbagai kalangan pakar pendidikan, terutama di antara guru-guru di sekolah. Hal ini disebabkan oleh demikian luasnya ruang lingkup pembelajaran, sehingga yang menjadi subyek belajar atau pembelajarpun bukan hanya siswa dan mahasiswa, tetapi juga peserta penataran/pelatihan atau pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus, seminar, diskusi panel, symposium, dan bahkan siapa saja yang berupaya membelajarkan diri sendiri.

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatau system atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas,Model pembelajaran IPA SD,2003). Dengan demikian, jika pembelajaran dianggap sebagai suatu system, maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran. Sebaliknya bila pembelajaran dianggap sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat-alat evaluasi. Persiapan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disajikan kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.

Setelah persiapan tersebut, guru melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran, struktur dan dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan meode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru yang bersangkutan, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa. Jadi semuanya itu akan menentukan terhadap struktur pembelajaran.


B. TINJAUAN TENTANG PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

1. LATAR BELAKANG

Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu strategi dalam proses pembelajaran bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik bilamana apa yang dipelajari oleh mereka berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Diantara pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :

1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.

2. Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar.

3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar

4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti

5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat

6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.



Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif juga melatarbelakangi filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi.

Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, perlu sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi pembelajaran konstrukivisme berkembang. Dasarnya, pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.

Melalui landasan filosofi konstrukivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar melalui mengalami, bukan menghafal. Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antarapengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkannya dalam tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Contructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).

Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat non-objektif,temporer, berubah, dan tidak menentu. Kitalah yang memberi makna terhadap realitas yang ada. Pengetahuan tidak pasti dan tidak tetap. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Otak atau akal manusia berfungsi sebagai alat untuk melakukan interpretasi sehingga muncul makna yang unik.

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.

Dengan paham konsrukivisme, siswa diharapkan dapat membangun pemahamannya sendiri dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna ( akomodasi ). Siswa diharapkan mampu mempraktekkan pengetahuan / pengalaman yang telah diperoleh dalam konteks kehidupan. Siswa diharapkan juga melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian, siswa dapat memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari .Pemahaman ini diperoleh siswa karena ia dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas yang merupakan unsur yang sangat esensial.

Hakekat teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menjadikan informasi itu menjadi miliknya sendiri. Teori konsruktivis memandang siswa secara terus-menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan memperbaiki aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Teori konstruktivis menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa yang aktif, maka strategi konstruktivis sering disebut sebagai pengajaran yang berpusat pada siswa ( Student centered instruction ). Di dalam kelas yang pengajarannya terpusat pada siswa, peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan di kelas.

Beberapa proposisi yang dapat dikemukakan sebagai implikasi dari teori konstruktivistik dalam praktek pembelajaran di sekolah-sekolah kita sekarang ini adalah sebagai berikut :

a. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru.

b. Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar.

c. Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajar.

d. Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial dan budaya.

e. Kerja kelompok dianggap sangat berharga.

Dalam pandangan konstrukivistik, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh siswa itu sendiri. Tujuan pembelajaran konstruktivistik menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata. Dengan demikian, paham konstruktivistik menolak pandangan behavioristik.


2. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual tidak ada sebuah definisi atau pengertian tunggal. Setiap pakar dan komunitas pakar memberikan definisi beragam. Namun mereka bersepakat bahwa hakekat pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan, independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas, lingkungan personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini (Moh.Imam Farisi,2005).

Beberapa definisi pembelajaran kontekstual yang pernah ditulis dalam beberapa sumber, yang dikemukakan oleh Nurhadi,dkk dalam bukunya “ Kontekstual dan penerapannya dalam KBK “.

1. Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu, dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/ merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan assessment autentik.

2. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riel yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai angota keluarga, anggota masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.

3. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat pengajaran dalam berbagai konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pula kelompok belajar yang bebas.



3. DELAPAN KOMPONEN UTAMA DALAM SISTEM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat ( learning by doing ).
Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan ( doing significant work ). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
Belajar yang diatur sendiri ( self-regulated learning ). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya / hasilnya yang sifatnya nyata.
Bekerjasama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalsis, membuat sintetis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan buki-bukti.
Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memilki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan mencapai standard yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memoivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut ” excellence “.
Menggunakan penilaian autentik ( using authentic assessment ). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah atau membuat penyajian perihal emosi manusia.

4. MAKSUD KONTEKS

Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip kontekstual sangat penting untuk segala situasi belajar. Pertanyaannya, apakah yang dimaksud konteks itu ?

Ada sembilan konteks belajar yang melingkupi siswa, yaitu :
Konteks tujuan ( tujuan apa yang akan dicapai ? ).
Konteks isi ( Materi apa yang akan diajarkan ? )
Konteks sumber ( Sumber belajar bagaimana yang bisa dimanfaatkan ? )
Konteks target siswa ( Siapa yang akan belajar ? )
Konteks guru ( Siapa yang akan mengajar ? )
Konteks metode ( Strategi belajar apa yang cocok diterapkan ? )
Konteks hasil ( Bagaimana hasil pembelajaran yang akan diukur?)
Konteks kematangan ( Apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan baru ? )
Konteks lingkungan ( Dalam lingkungan yang bagaimanakah siswa belajar ? )

5. MENGAPA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita!

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca: pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain. Kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Berikutnya akan dibahas persoalan yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi penerapannya.

6. KECENDERUNGAN PEMIKIRAN TENTANG BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
a. Proses Belajar
· Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.

· Anak belajar dari mengalami. Anak mencatatr sendiri pola-pola bermakna dasri pengetahuan baru, dan bukan di beri begitu saja dari guru.

· Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki ole seseorang yang terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).

· Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi menceerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

· Manusia mempunya tingkatan yang berbeda dalam menyilapi situasi baru.

· Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan seiring perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara orang berprilaku.

· Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dcengan ide-ide.

Transfer Belajar

· Sisiwa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari "pemberian orang lain".

· Keterampilan dan penetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedikit.

· Yang penting bagi siswa tahu 'untuk apa' ia belajar, dan 'bagaimana' ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

Siswa sebagai pembelajar

· Manusia mempunya kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu , dan seorang anak mempunyai kecendrungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

· Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.

· Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara 'yang baru' dan yang sudah diketahui.

· Tugas guru memfasilitasi : agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

Pentingnya lingkungan belajar

Belajar efektif itu di mulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting didepan kelas, siswa menonton: ke "siswa akting bekerja dan berkarya , guru mengarahkan".

Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.

Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.

Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

7. MOTTO

STUDENTS LEARN BEST BY ACTIVELY CONSTRUCTING THEIR OWN UNDERSTANDING (CTL Academy Fellow, 1999) (Cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya).

8. KATA-KATA KUNCI PEMBELAJARAN CTL
REAL WORLD LEARNING
MENGUTAMAKAN PENGALAMAN NYATA
BERPIKIR TINGKAT TINGGI
BERPUSAT PADA SISWA
SISWA AKTIF, KRITIS, DAN KREATIF
PENGETAHUAN BERMAKNA DALAM KEHIDUPAN
DEKAT DENGAN KEHIDUPAN NYATA
PERUBAHAN PRILAKU
SISWA PRAKTEK BUKAN MENGHAFAL
LEARNING BUKAN TEACHING
PENDIDIKAN (EDUCATION) BUKAN PENGAJARAN(INSTRUCTION)
PEMBENTUKAN 'MANUSIA'
MEMECAHKAN MASALAH
SISWA 'AKTING' GURU MENGARAHKAN
HASIL BELAJAR DIUKUR DENGAN BERBAGAI CARA BUKAN HANYA DENGAN TEST

9.STRATEGI PENGAJARAN YANG BERASOSIASI DENGAN CTL
CBSA
PENDEKATAN PROSES
LIFDE SKILLS EDUCATION
AUTHENTIC INSTRUCTION
INQUIRY-BASED LEARNING
PROBLEM-BASED LEARNING
COOPERATIVE-LEARNING
SERVICE LEARNING

10.LIMA ELEMEN BELAJAR YANG KONSTRUKTIVISTIK
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran konstektual.
Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

11.Beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual

1. Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.

2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar

`Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

3. Memberikan aktivitas kelompok

Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

4. Membuat aktivitas belajar mandiri

Peserta didik tersebut mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).

5. Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat

Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja.

6. Menerapkan penilaian autentik

Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.

Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio juga memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan survey mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.

Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa.

Dalam penilaian melalui demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan drama.

Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis. Bentuk laporan tertulis dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, essai penelitian, essai singkat.

Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti ini lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan ketrampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan diatas, kurikulum berbasis kompetensi perlu dikembangkan supaya dapat diterapkan secara efektif di dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai pelaksana kurikulum dapat menerapkan strategi pembelajaran kontekstual supaya dapat memberikan bentuk pengalaman belajar. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat memiliki kecakapan untuk memecahkan permasalahan hidup sesuai dengan kegiatan belajar yang mengarahkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam konteks rumah, masyarakat maupun tempat kerja.

Keberhasilan penerapan pembelajaran kontekstual perlu melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini, penulis menyarankan supaya pihak sekolah dan masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya beberapa hal, yaitu:sumber belajar tidak hanya berasal dari buku dan guru, melainkan juga dari lingkungan sekitar baik di rumah maupun di masyarakat; strategi pembelajaran kontekstual memiliki banyak variasi sehingga memungkinkan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang berbeda dengan keajegan yang ada; pihak sekolah dan masyarakat perlu memberikan dukungan baik materiil maupun non-materiil untuk menunjang keberhasilan proses belajar siswa.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran terbukti sangat efektif dan efisien dalam menumbuh kembangkan atau meningkatkan proses belajar mengajar di kelas. Hal ini ditemukan pada beberapa indikator kegiatan belajar siswa diantaranya :
Melakukan hubungan yang bermakna
Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan
Belajar yang diatur sendiri
Bekerjasama
Berfikir kritis dan kreatif
Memelihara atau mengasuh pribadi siswa
Mencapai standar yang tinggi
Terdeteksi oleh penilaian autentik

B. Saran-saran

Sebagai tindak lanjut dari penulisan karya tulis ini, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
Hendaknya setiap pegelola pendidikan khususnya para guru selalu berusaha untuk mengembangkan lagi berbagai strategi atau pendekatan pembelajaran yang ada.
Sebaiknya para guru dalam melaksanakan tugasnya berpegang teguh pada prinsip daya guna ( efisiensi ) dan hasil guna ( efekifitas ) dalam mewujudkan tugas-tugas yang telah direncanakan dalam persiapan pembelajaran dan atau rencana pembelajaran.
Hendaknya para guru selalu berusaha untuk lebih memahami faktor-faktor yang dapat mendorong ataupun menghambat terjadinya proses belajar mengajar.

10. DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. PT.Rineke Cipta. Jakarta.

Depdiknas.2003. Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah dasar. Jakarta.

Farisi,M.I. 2005. Belajar dan pembelajaran. Paket untuk Mahasiswa program S1 FKIP UIM Pamekasan. Pamekasan : Tidak ditebitkan.

Hadi,S.1980. Metodologi Research. Jilid I, Cetakan ke IX. Yogyakarta. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Iksan,K. 1991. Pengaruh Tahapan Administrasi Program Pengajaran Terhadap Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Di SDN.Lawangan Daya III Kecamatan Pademawu. Skripsi S1 jur.PAI.IAIN Pamekasan. Tidak diterbitkan.

Johnson,E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : Corwin Press, Inc. A sage Publications Company.

Ngalim Purwanto.M. 1990. Psikologi Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya.Bandung.

Ngalim Purwanto.M. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nurhadi,Dkk. 2004. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang (UMPRESS). Malang.

Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Peraturan Pemerintah RI Nomer 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. http:// WWW.Depdiknas.or.id. (7 Agustus 2005 ).

Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Rancangan Undang-undang tentang Guru . http:// WWW.Depdiknas.or.id. (Revisi 06 April 2005 ).

SUMBER

0 Metode Pembelajaran yang Efektif


Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.


Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
• Setiap siswa menjadi siap semua.
• Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
• Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
• Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
• Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
 

PR - HRD MAN 1 Pekanbaru Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates